Sabtu, 28 Januari 2017
My World: Sistem Saraf Pada Manusia
My World: Sistem Saraf Pada Manusia: 1. Komponen Sistem Saraf Sistem saraf manusia terdiri atas miliaran sel saraf (neuron) yang saling...
Laporan Praktikum Ekwan (Estimasi Populasi Hewan)
PRAKTIKUM
IV
A.
JUDUL
PRAKTIKUM
Estimasi
Populasi Hewan
B.
TUJUAN
Mencoba
mengestimasi (menduga) jumlah anggota populasi dari suatu spesies pada
habitatnya.
C.
PENDAHULUAN
Hewan selalu memiliki dinamika populasi yang menarik
untuk dipelajari. Satu dari pada beberapa hal yang dianggap kunci untuk dapat
memetkan dinamika populasi tersebut ialah dengan mengetahui besaran
populasinya. Pada kenyataanya, untuk dapat menghitung jumlah anggota populasi
dari suatu spesies tidaklah semudah yang diperkirakan. Artinya, kita tidak akan
mudah memperkirakan jumlah tawon dalam satu sarang, atau kita juga akan
mengalami kesulitan untuk dapat menghitung jumlah ikan jenis tertentu pada
suatu kolam.
Kendala penghitungan jumlah anggota populasi pada
suatu habitat dapat didekati dengan metode pendugaan. Metode capture and
recapture dari Lincoln- Peterson ialah yang paling umum di gunakan. Metode ini
juga dikenal juga sebagai metode TBTLTL (tangkap beri tanda lepaskan dan
tangkap lagi). Namun penggunaan metode ini harus memenuhi beberapa syarat,
ialah:
1. Semua
individu dalam populasi harus mempunyai kesempatan yang sama untuk tertangkap
sehingga distribusinya harus acak.
2. Tidak
ada perubahan resiko antar individu bertanda dengan yang tidak bertanda. Dalam
selang waktu antara penangkapan pertama dengan penangkapan ke dua tidak ada
penambahan individu melalui migrasi masuk atau kelahiran baru. Jikapun demikian
maka harus diasumsikan bahwa adanya kelahiran dan migrasi masuk harus seimbang
dengan kematian dan migrasi keluar.
3. Individu
bertanda memiliki distribusi yang tersebar merata dalam populasi sehingga antar
individu bertanda dan tidak bertanda mempunyai kesamaan yang sama untuk
tertangkap pada penangkapan kedua.
4. Penangkapan
dan pemberian tanda tidak menyebabkan terjadinya perubahan perilaku dan daya
tahan tubuh individu yang diberi tanda. Jika terjadi demikian maka akan
mempengaruhi pendugaan.
5. Metode/cara,
alat, dan lokasi/titik penangkapan pertama dan kedua harus sama. Waktu
penangkapan juga harus sama, jadi jika penangkapan pertama pagi hari mulai
pukul 08.00 maka penangkapan kedua juga harus dilakukan pada waktu yang sama.
D.
ALAT
DAN BAHAN
1. Keluwing
2. Tipe
x
3. Tally
counter
E.
CARA
KERJA
Langkah pertama yang harus dilakukan ialah
menentukan spesies dan habitat yang akan diestimasi. Perhatikan beberapa asumsi
di atas. Dengan perlengkapan untuk menangkap dan memberi tanda selanjutnya
lakukan penangkapan terhadap hewan yang dimaksud. Semua hewan yang tertangkap
diberi tanda, selanjutnya lepaskan kembali hewan-hewan tersebut ke habitat
seperti semula.
Melewati selang waktu satu atau dua minggu lakukan
penangkapan kedua. Penangkapan kedua ini harus memperhatikan waktu, lokasi, dan
cara penangkapan pertama. Artinya, usahakan ketiga hal tersebut sama (pukul
berapa, lokasinya dimana saja dan dengan cara apa hewan tsb ditangkap).
Kemudian hitung berapa jumlah individu yang bertanda dan tidak bertanda pada
penangkapan kedua ini, selanjutnya masukan data yang diperoleh ke rumus dibawah
ini.
Keterangan:
N = estimasi jumlah anggota populasi
spesies
M = jumlah anggota populasi tangkap
pertama (yang ditandai)
n = jumlah anggota populasi tangkap
kedua (yang ditandai dan tidak ditandai)
R = jumlah anggota populasi tangkap kedua
(hanya yang ditandai)
Perhitungan
statistika selalu mewaspadai adanya faktor kesalahan yang terjadi baik pada
saat menentukan luas habitat, ketika proses penentuan sampel dan waktu/cara
pengambilan sampel. Dalam konteks ini maka perhitungan estimasi diatas harus
memperhatikan margin of error-nya sehingga pendugaanya akan memiliki angka yang
diperkirakan mendekati kenyataan. Margin of error dihitung dengan mencari
standard of error (SE) melalui rumus dibawah ini.
Keterangan:
jika t terletak pada degree of freedom tak hingga dengan alpha 5% maka
diketahui nilai t = 1, 96
F.
HASIL
PENGAMATAN
Penangkapan dilakukan
di Kebun milik warga Desa Sukamaju Kecamatan Baregbeg, pada hari Sabtu tanggal
12 Desember 2015.
Adapun Data Hasil
Pengamatan adalah sebagai berikut:
Jumlah
Hewan Pada Tangkap ke-1 (M)
|
Jumlah
Hewan Pada Tangkap Ke- 2 (n)
|
|
Ditandai
(R)
|
Tidak
Ditandai
|
|
6
|
8
|
4
|
∑
|
12
|
Estimasi jumlah anggota
populasi keluwing :
=
= 9
Standard
of error (SE)
=
= 0,75
Margin
of error
Margin
of error = )
= 9 ±
(0,75. 1,96)
= 9 – 1,47 sampai 9 + 1,47
= 7,53 sampai 10,47
= 7 sampai 10
G.
BAHAN
DISKUSI
1. Berdasarkan percobaan yang telah saudara lakukan, mengapa hewan tersebut dapat diduga jumlah anggota populasinya menggunakan metode TBTLTL?
1. Berdasarkan percobaan yang telah saudara lakukan, mengapa hewan tersebut dapat diduga jumlah anggota populasinya menggunakan metode TBTLTL?
Karena menurut kami keluwing adalah hewan yang relative mudah
untuk ditangkap, sehingga dapat diperkirakan populasinya dengan menggunakan
metode TBTLTL atau CMRR. Seperti halnya yang dikatakan oleh Michael (1994), ia
menyatakan bahwa “…. untuk hewan yang relative mudah ditangkap, dapat
diperkirakan populasinya dengan metode Capture Mark Release Recapture (CMRR)”.
Selain keluing merupakan
hewan yang mudah ditangkap, keluwing juga merupakan hewan yang memiliki siklus
hidup yang cukup lama, yakni berkisar
antara 6 sampai 7 tahun (Suryati, 2015). sehingga
pada saat kami melakukan penangkapan kedua, keluing pada penangkapan pertama
kemungkinan besar masih hidup dan dapat tertangkap kembali. Seperti yang
dikatakan oleh Odum dan Howard (1992), yang mengatakan bahwa “Metode CMRR dapat
diterapkan dengan asumsi-asumsi sebagai berikut : …, tidak ada kelahiran atau
kematian selama periode sampling, …”.
2. Menurut
saudara, seberapa tepat penggunaan metode ini mampu memperkirakan jumlah
populasi yang sebenarnya? Jelaskan alasan saudara!
Menurut kami metode ini kurang begitu tepat untuk memperkirakan
jumlah populasi yang sebenarnya karena metode pendugaan
populasi yang dilakukan dengan menarik sample, selalu ada kesalahan (Error).
Namun, walaupun begitu kesalahan tersebut masih dapat dihitung dengan cara
menghitung kesalahan baku (Standart Errror = SE nya). Seperti yang dikatakan
oleh Rosaria (2014), ia menyatakan bahwa “Pada metode pendugaan populasi yang
dilakukan dengan menarik sample, selalu ada kesalahan (Error). Untuk menghitung
kesalahan metode capture-recapture dapat dilakukan dengan cara menghitung
kesalahan baku (Standart Errror = SE nya)”
3. Kesimpulan
apa yang dapat saudara tarik dari percobaan ini?
H.
KESIMPULAN
Besarnya populasi keluwing
dengan penghitungan menggunakan metode CMRR (Lincoln-Peterson) sebesar 9 dengan
SE sebesar 0,75 dan selang kepercayaan antara 7 sampai
dengan 10. Artinya populasi keluwing di kebun berkisar antara 7 sampai 10 ekor.
DAFTAR PUSTAKA
Michael. (1994). Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Odum, Howard, T. (1992). Ekologi Sistem. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Suryati, H. (2015). Millipedes (Kaki Seribu). Tersedia di [http://prestasiherfen.blogspot.co.id/2015/06/millipedes-kaki-seribu.html#!/tcmbck].
Diakses tanggal 01 Januari 2016.
Rosaria,
I. (2014). Laporan Praktikum Ekologi
Estimasi Populasi Hewan. Tersedia di [http://inarosaria.blogspot.co.id/2014/12/tugas-individu-estimasi-populasi-hewan.html].
Diakses tangggal 02 Januari 2016.
Rabu, 25 Januari 2017
Sistem Saraf Pada Manusia
1.
Komponen
Sistem Saraf
Sistem saraf manusia terdiri atas miliaran sel saraf (neuron) yang saling bersambungan membentuk jaringan komunikasi yang besar. Neuron memiliki bagian-bagian yang terdiri atas badan sel, dendrit (dendron), dan neurit (akson).
a. Badan
sel terdiri atas inti sel (nukleus) dan
sitoplasma. Di dalam sitoplasma terdapat mitokondria, badan golgi, lisosom, dan
granula-granula
nissl.
b. Dendrit
merupakan serabut pendek dari penjuluran badan sel yang berfungsi sebagai
penghantar impuls saraf ke badan sel.
c. Akson
merupakan serabut panjang dari penjuluran badan sel yang berfungsi sebagai
penghantar impuls saraf dari badan sel menuju ke neuron lain atau jaringan
lainnya (Pujiyanto, 2015: 215-216).
Pada mamalia, akson
diselubungi oleh lapisan (selubung) mielin yang dibentuk oleh sel Schwann.
Selubung mielin mengandung fosfolipid yang sangat banyak. Fungsi selubung
mielin adalah melindungi akson, memberi makanan bagi akson,
dan sebagai isolator elektris (Pujiyanto, 2015: 216).
Pada bagian tertentu akson, terdapat daerah yang
tidak terbungkus selubung mielin. Daerah tersebut dinamakan nodus Ranvier yang
berfungsi mempercepat penghantaran rangsang (Pujiyanto, 2015: 217).
Berdasarkan fungsinya dalam membawa rangsang, sel saraf (neuron) dibedakan menjadi tiga macam, yaitu neuron sensorik, neuron motorik, dan neuron konektor.
a. Neuron sensorik berfungsi menghantarkan rangsangan dari reseptor
(alat indera) menuju ke sistem saraf pusat, yaitu otak dan sumsum tulang belakang. Penerima rangsangan dinamakan reseptor, yaitu alat-alat indera. Dendrit pada neuron sensorik
berhubungan dengan reseptor. Akson dari neuron sensorik berhubungan dengan neuron lain.
b. Neuron motorik berfungsi menghantarkan rangsangan dari sistem
saraf pusat menuju ke efektor (otot atau kelenjar). Dendrit dan neuron motorik menerima rangsangan dari neuron
lain, sedangkan akson atau neuritnya berhubungan dengan efektor.
c. Neuron konektor yang disebut juga neuron penghubung terdapat di
sumsum tulang belakang. Neuron penghubung berfungsi menghantarkan rangsangan dari neuron sensorik ke neuron motorik (Pujiyanto, 2015: 217-218).
Berdasarkan
strukturnya, sel saraf (neuron) dibedakan menjadi sel saraf unipolar, sel saraf bipolar, dan sel
saraf multipolar.
a. Sef saraf unipolar mempunyai satu neurit.
b. Sel saraf bipolar mempunyai dua neurit
pada dua sisi yang berlawanan.
c. Sel saraf multipolar mempunyai tiga atau
lebih dendrit (Atmodjo, 2011: 185).
2.
Mekanisme Penghantaran Rangsang
Pesan atau informasi
dihantarkan oleh saraf dalam bentuk rangsang saraf. Rangsang adalah pergerakan
suatu potensial kerja (sinyal) di sepanjang akson suatu sel saraf. Mekanisme
penghantaran rangsang terdiri atas dua macam, yaitu penghantaran rangsang
melalui akson dan penghantaran rangsang melalui sinpasis.
a. Penghantaran rangsang melalui akson
Penghantaran rangsang pada serabut
saraf disebabkan oleh adanya perbedaan potensial listrik antara bagian dalam
dan bagian luar membran akson. Perbedaan potensial listrik ditimbulkan oleh
perbedaan muatan listrik pada dua sisi membran. Pada saat sel saraf
beristirahat (tidak menghantarkan rangsang), bagian luar membran bermuatan
positif sedangkan bagian dalam membran bermuatan negatif. Keadaan muatan
listrik seperti itu dinamakan potensial istirahat, sedangkan membran akson
dalam keadaan polarisasi (Pujiyanto, 2015: 218).
Adanya stimulus pada reseptor dapat
menyebabkan terjadinya pembalikan muatan listrik untuk sementara waktu.
Perubahan atau pembalikan muatan listrik ini disebut depolarisasi. Kecepatan
penghantaran rangsang di sepanjang akson dipengaruhi oleh besar kecilnya
diameter akson serta ada tidaknya selubung mielin (Pujiyanto, 2015: 218-219).
Sebagian besar sel saraf pada Vertebrata
memiliki akson yang berselubung mielin. Dimana selubung mielin ini bertindak
sebagai isolator (penghambat) rangsang pada membran akson. Pada akson
bermielin, potensial kerja tidak dapat terbentuk karena membran akson tidak
dapat distimulasi oleh aliran listrik. Namun, potensial kerja dapat terbentuk
pada nodus Ranvier yang tidak berselubung mielin sehingga rangsang saraf atau
potensial kerja “melompat” dari satu nodus Ranvier ke nodus Ranvier lainnya
(Pujiyanto, 2015: 219).
b. Penghantaran rangsang
melalui sinapsis
Datangnya rangsang
pada ujung akson prasinapsis membuat vesikula sinapsis mendekat dan melebur
dengan membran prasinapsis (membran ujung akson). Kemudian, vesikula sinapsis
melepaskan neurotransmitter yang
berupa asetilkolin dengan cara eksositisis ke celah sinapsis. Asetilkoloin selanjutnya
berdifusi melalui celah sinapsis dan berikatan dengan protein reseptor pada
membran pasca sinapsis (membran ujung dendrit sel saraf berikutnya). Ikatan
antara asetilkolin dan protein reseptor
tersebut akan menimbulkan rangsang pada sel saraf pasca sinapsis. Proses
penghantaran rangsang tersebut memerlukan energi dalam bentuk ATP yang
diperoleh dari mitokondria yang banyak terdapat di dalam bongkol sinapsis
(Pujiyanto, 2015: 221).
3. Pengelompokkan Sistem Saraf
Menurut Atmodjo (2011:182), sistem saraf manusia dibedakan menjadi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.
a. Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat merupakan organ yang terdapat di dalam rongga tengkorak dan
canalis vetebralis, berfungsi sebagai pusat aktivitas saraf sensoris, saraf
motoris dan saraf otonom. Sistem
saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang (Atmodjo, 2011: 188).
1)
Otak
Menurut Syaifuddin (2006: 275), Otak dilindungi oleh selaput otak
(meninges), yang terdiri atas tiga lapisan, yaitu durameter, arakhnoid, dan piameter.
a) Durameter (lapisan
luar). Durameter adalah
selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat.
b) Arakhnoid (lapisan tengah). Arakhnoid merupakan
selaput halus yang memisahkan durameter dengan
piameter. Di dalamnya terdapat cairan serebrospinal. Cairan
ini berupa cairan limfa yang mengisi sela-sela membran arakhnoid. Selaput arakhnoid berfungsi sebagai bantalan yang melindungi otak dari kerusakan mekanik.
c) Piameter. Piameter merupakan lapisan tipis paling dalam yang terdapat
pada permukaan jaringan otak. Lapisan ini penuh dengan
pembuluh-pembuluh darah. Lapisan ini berfungsi memberikan suplai oksigen.
Menurut Syaifuddin (2006: 277), Otak dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang.
a) Otak Depan
Bagian utama dari otak
depan (diensefalon) adalah
otak besar
(serebrum). Otak besar berfungsi untuk mengingat pengalaman yang lalu, pusat persarafan
yang menangani aktivitas mental, akal, intelegensi, keinginan dan memori, serta
pusat menangis, buang air besar dan buang air kecil (Syaifuddin, 2006: 279).
Otak besar memiliki dua macam lapisan, yaitu
lapisan luar (korteks) dan lapisan dalam (medulla). Lapisan luar otak terbentuk dari bahan atau
substansi kelabu yang berisi badan sel. Lapisan dalam otak terbentuk dari
substansi putih yang mengandung serabut-serabut saraf (dendrit dan
akson) berselubung mielin.
Otak besar dibangun oleh dua
belahan, yaitu belahan kanan yang mengatur bagian tubuh sebelah kiri, dan
belahan kiri yang mengatur bagian tubuh sebelah kanan. Masing-masing belahan
terbagi menjadi empat bidang yang disebut lobus. Keempat lobus itu
adalah lobus frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis, dan lobus oksipitalis (Syaifuddin, 2006: 278).
Ø Lobus frontalis bertugas
memerintah gerakan otot sadar
Ø
Lobus parietalis bertugas menafsirkan impuls dari kulit berupa
sentuhan dan suhu.
Ø
Lobus
temporalis bertugas menafsirkan
impuls dari hidung dan telinga.
Ø Lobus oksipitalis bertugas
menganalisis masukan dari mata.
b) Otak Tengah
Otak tengah (mesensefalon) pada manusia berukuran kecil dan tidak mencolok
karena tidak mengalami perkembangan pesat seperti otak besar. Otak tengah
terletak diantara otak besar dan otak kecil. Bagian terbesar otak tengah adalah lobus optikus yang berhubungan dengan gerak refleks mata. Otak
tengah berfungsi membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata,
memutar mata dan pusat pergerakan mata (Syaifuddin,
2006: 280).
c) Otak Belakang
Otak belakang terbagi menjadi dua
bagian, yaitu otak
kecil (serebellum) dan sumsum lanjutan (medulla oblongata). Otak
kecil terletak pada bagian
bawah dan belakang tengkorak dipisahkan dengan serebrum oleh fisura
transversalis dibelakangi oleh pons varoli dan di atas medulla oblongata.
Otak kecil berfungsi untuk
keseimbangan dan rangsangan pendengaran ke otak, sebagai penerima impuls dari
reseptor sensasi umum medula spinalis dan nervus vagus, menerima impuls tentang
gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan mengatur gerakan sisi badan (Syaifuddin, 2006: 280-281).
Otak kecil juga terdiri atas dua belahan, yaitu
belahan kiri dan belahan kanan. Belahan kiri dan belahan kanan otak kecil
dihubungkan dengan pons varoli. Pons varoli ini juga menghubungkan otak besar dan otak kecil. Otak kecil terdiri
atas lapisan luar (korteks) yang berwama kelabu dan
lapisan dalam yang berwarna putih (Syaifuddin,
2006: 280-281).
Sumsum lanjutan atau disebut juga sumsum
penghubung (medula oblongata) yang
terletak di depan otak kecil dan di bawah otak besar merupakan struktur
penghubung otak dan sumsum tulang
belakang. Bagian sumsum lanjutan yang menghubungkan otak dan sumsum
tulang belakang disebut pons. Sumsum
lanjutan berfungsi untuk mengontrol kerja jantung, mengecilkan pembuluh darah
(vasokonstriktor), sebagai pusat pernapasan, dan mengontrol kegiatan refleks (Syaifuddin, 2006: 280).
Sumsum
tulang belakang disebut juga medula
spinalis merupakan
kelanjutan dari
medula oblongata. Sumsum ini terletak memanjang di dalam ruas-ruas tulang
belakang, mulai dari
ruas-ruas tulang leher hingga tulang pinggang kedua. Sumsum tulang belakang
dilindungi oleh meninges. Bagian tengah sumsum tulang belakang berisi cairan serebrospinal (Pujiyanto, 2015: 227).
Seperti halnya otak, sumsum tulang belakang mempunyai substansi kelabu dan substansi putih.
Substansi kelabu terletak di bagian dalam, sedangkan substansi
putih terletak di bagian luar. Substansi putih tersusun atas serabut saraf
(dendrit dan akson) yang dilapisi mielin, sedangkan substansi kelabu banyak
mengandung badan sel dan neuron penghubung. Sumsum
tulang belakang berfungsi untuk mengatur gerak refleks, menghantarkan
rangsang sensori dari resptor (alat-alat indera) ke otak, dan menghantarkan
rangsang motor dari otak ke efektor (otot-otot alat gerak) (Pujiyanto, 2015: 227).
b. Sistem Saraf Tepi
Menurut Atmodjo (2011: 182), sistem
saraf tepi
terdiri atas
saraf cranialis, saraf spinalis dan saraf otonom.
Saraf otak terdiri atas 12 pasang saraf dari
otak menuju ke alat-alat indera, otot dan kelenjar. Saraf otak tersebut merupakan saraf sensorik,
saraf motorik,
atau saraf campuran. Pasangan saraf yang berupa saraf sensorik, antara lain
berasal dari indera pencium menuju ke pusat saraf pencium, dan indera
pendengar menuju ke pusat saraf pendengar, dan indera pengecap menuju ke
pusat saraf pengecap
di otak. Pasangan saraf yang berupa saraf motorik, antara lain yang menuju otot
penggerak mata dan bawah lidah. Pasangan saraf yang lain bersifat campuran,
artinya terdiri atas saraf motorik dan saraf sensorik, antara lain yang menuju wajah (Pujiyanto, 2015: 228-229).
Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang. Semua
keluar dari
sela-sela ruas tulang belakang dan berhubungan dengan bagian tubuh, antara lain
kaki. Semua saraf sumsum tulang belakang merupakan saraf campuran, yaitu
terdiri atas saraf motorik dan saraf sensorik. Semua saraf
sensorik masuk ke sumsum tulang belakang melalui akar dorsal dan semua saraf motorik keluar dan
sumsum tulang belakang melalui akar ventral (Syaifuddin, 2006: 295).
3)
Saraf Otonom
Sistem
saraf otonom berfungsi mengatur aktivitas organ tubuh yang tidak
disadari. Menurut
fungsinya susunan saraf otonom terdiri dari dua bagian, yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Kedua sistem tersebut berasal dari otak dan sumsum tulang belakang,
kemudian menuju ke efektor yang sama.
Sistem
saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis memiliki pengaruh kerja yang saling berlawanan (antagonis). Cara kerja saraf yang berlawanan seperti itu bertujuan
agar proses di dalam tubuh berjalan dengan seimbang. Sebagai contoh dalam hal
pengaturan jantung, saraf simpatik mempercepat denyut jantung, sedangkan
saraf parasimpatik memperlambat denyut jantung. Dengan demikian, denyut
jantung akan tetap normal. Efek
antagonis pada dua sistem saraf itu merupakan akibat dari
perbedaan transmiter kimia yang dihasilkan di ujung saraf. Ujung
saraf serabut postganglion dari sistem saraf
simpatik umumnya menyekresikan noradrenalin, sedangkan ujung saraf serabut postganglion dari
sistem saraf parasimpatik umumnya mengeluarkan asetilkolin (Syaifuddin, 2006:
302-305).
4.
Gerak Refleks dan Gerak Biasa
Gerak refleks merupakan
suatu gerakan yang terjadi secara tiba-tiba di luar kesadaran. Gerak refleks dimulai dari datangnya impuls saraf yang
diterima oleh reseptor, rnisalnya kulit, kemudian disampaikan ke saraf
sensorik. Impuls dan saraf sensorik terus bergerak menuju ke saraf penghubung yang terdapat
di dalam sumsum tulang belakang. Selanjutnya, impuls saraf diteruskan ke saraf
motorik yang akan menyampaikan perintah ke efektor, yaitu otot untuk melakukan
gerak. Gerak yang terjadi secara refleks tidak kita sadari karena berlangsung
tanpa melalui pengolahan informasi oleh otak. Gerak
refleks merupakan tanggapan terhadap suatu
rangsang atau impuls agar fungsi normal tubuh tetap terjaga (Syaifuddin, 2006:
291-292).
Proses terjadinya gerak biasa dimulai dari datangnya impuls saraf yang diterima oleh reseptor, yaitu indera. Pada indera terdapat ujung-ujung saraf sensorik yang menerima impuls saraf tersebut dan membawanya ke otak untuk diolah. Hasil pengolahannya berupa pesan atau perintah yang dikirimkan melalui saraf motorik ke efektor, yaitu otot atau kelenjar (Pujiyanto, 2015: 221).
Proses terjadinya gerak biasa dimulai dari datangnya impuls saraf yang diterima oleh reseptor, yaitu indera. Pada indera terdapat ujung-ujung saraf sensorik yang menerima impuls saraf tersebut dan membawanya ke otak untuk diolah. Hasil pengolahannya berupa pesan atau perintah yang dikirimkan melalui saraf motorik ke efektor, yaitu otot atau kelenjar (Pujiyanto, 2015: 221).
Daftar Pustaka:
Atmodjo, W. L. dan Pratama, A. (2011). Struktur Dasar Anatomi Manusia. Jakarta. CV Sagung Seto.
Pujiyanto, S. (2015). Menjelajah Dunia Biologi 2 untuk Kelas XI SMA dan MA. Solo. PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Langganan:
Postingan (Atom)